Romo Patris, Pr. Seminari Tinggi Santo Michael Kupang - NTT http://romopatris.blogspot.com |
Kehadiran korupsi dalam sejarah keselamatan manusia telah terjadi sejak awal keberadaan manusia, dan berakar dalam peristiwa kejatuhan manusia pertama ke dalam dosa. Fenomen awal korupsi dalam sejarah keselamatan manusia tampak dalam dua teks awal dari Kitab Kejadian. “Lalu TUHAN Allah memberi perintah ini kepada manusia: ‘Semua pohon dalam taman ini boleh kaumakan buahnya dengan bebas, tetapi pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat itu, jangan kaumakan buahnya, sebab pada hari engkau memakannya, pastilah engkau mati’” (Kej 2:16).
Follow-up teks ini adalah “perempuan itu melihat, bahwa buah pohon itu (pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat) baik untuk dimakan dan sedap kelihatannya, lagi pula pohon itu menarik hati karena memberi pengertian. Lalu ia mengambil dari buahnya dan dimakannya dan diberikan juga kepada suaminya yang bersama-sama dengan dia, dan suaminya pun memakannya” (Kej 3:6). Kedua teks dari Kitab Kejadian ini menghadirkan kepada kita keadaan korupsi sebagai kejahatan yang berkharakter hukum dan etis, yaitu sikap dan perbuatan manusia (pertama) untuk melanggar “kehendak dan perintah” dari Allah.
Follow-up teks ini adalah “perempuan itu melihat, bahwa buah pohon itu (pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat) baik untuk dimakan dan sedap kelihatannya, lagi pula pohon itu menarik hati karena memberi pengertian. Lalu ia mengambil dari buahnya dan dimakannya dan diberikan juga kepada suaminya yang bersama-sama dengan dia, dan suaminya pun memakannya” (Kej 3:6). Kedua teks dari Kitab Kejadian ini menghadirkan kepada kita keadaan korupsi sebagai kejahatan yang berkharakter hukum dan etis, yaitu sikap dan perbuatan manusia (pertama) untuk melanggar “kehendak dan perintah” dari Allah.
Dalam berbagai bentuk dan penampilan, korupsi dalam pengertian pelanggaran dan pembangkangan terhadap kehendak dan perintah dari Allah itu, terus terjadi dan bermetamorfosa dalam segala jaman hingga hari ini. Justru dunia kita sekarang ini sangat ditandai dengan berbagai fenomen korupsi dalam berbagai hal: penjajahan dan manipulasi politik, ketidakadilan sosial-ekonomi, pelecehan terhadap martabat manusia khususnya pelecehan terhadap martabat wanita dan anak-anak, pencurian dan perampokan milik rakyat, pengrusakan dan penghancuran sumber daya alam, monopoli kekayaan oleh negara, dan lain sebagainya.
Nabi Amos adalah salah satu nabi kuno yang dengan sangat cemerlang merumuskan kehendak Allah terhadap manusia dalam berbagai “dinamika” hidupnya: “dinamika” sosial-ekonomi, politik, moral dan religius! Nabi Amos rasanya telah mampu mengantisipasi dan mengejawantahkan misteri penebusan Yesus Kristus delapan abad sebelum kelahiran Almasih, Tuhan kita Yesus Kristus. Amos telah “bernubuat” pada jaman purba bahwa misi penebusan Yesus Kristus di dunia bersifat “universal”, yaitu untuk menebus dan menyelamatkan seluruh tatanan hidup manusia dalam berbagai dimensinya!
Nabi Amos sangat memperjuangkan “integrasi dan integritas” hidup manusia beriman. Baginya, orang yang percaya dan mencintai Tuhan adalah orang yang sama yang melakukan perbuatan-perbuatan kasih sejati kepada sesamanya, khususnya kepada mereka yang miskin, lemah, menderita terbuang dan terlupakan. Bagi Amos, tidak ada kamus “keterpecahan dan diskrepansi” antara hidup beriman dan hidup bermasyarakat. Amos sepertinya sudah mengetahui dan melaksanakan prinsip dan kriteria integritas Tuhan Yesus Kristus: “Mari, hai kamu yang diberkati oleh BapaKu, terimalah Kerajaan yang telah disediakan bagimu sejak dunia dijadikan. Sebab ketika Aku lapar, kamu memberi Aku makan; ketika Aku haus, kamu memberi Aku minum; ketika Aku seorang asing, kamu memberi Aku tumpangan; ketika Aku telanjang, kamu memberi Aku pakaian; ketika Aku sakit, kamu melawat Aku; ketika Aku di dalam penjara, kamu mengunjungi Aku” (Mat 25:34-36)!
Amos mengecam dan menempatkankan setiap tindakan jahat-koruptif terhadap martabat manusia di bawah kepastian pengadilan dan penghukuman Tuhan. Manusia yang koruptif terhadap sesama adalah manusia yang otomatis koruptif terhadap Tuhan, penciptanya. Karena itu penghukuman Tuhan terhadap manusia yang jahat-koruptif terhadap sesamanya bersifat defenitif sebagaimana akibat dari kejahatan terhadap Tuhan sendiri.
Amos adalah seorang guru besar dan tokoh panutan segala jaman: hanya orang yang mengasihi dan memperlakukan sesamanya secara benar dan adillah, yang boleh menempatkan dan memperkenalkan dirinya sebagai anak-anak Allah!
Korupsi Versi Nabi Amos
Korupsi Dalam Ketidakadilan Sosial-Ekonomi
Nabi Amos adalah adalah nabi pembela keadilan sosial. Bagi nabi Amos, kejahatan ketidakadilan sosial-ekonomi adalah kejahatan yang menentang kemanusiaan dan melawan hukum dan perintah Tuhan. Israel dicerca oleh Amos dan dihukum oleh Tuhan karena melakukan kejahatan sosial-ekonomi terhadap bangsa sendiri.
Bagi nabi Amos, tindakan dan perbuatan jahat Israel seperti yang dicercanya merupakan korupsi, yaitu penggrusakan atas hubungan Israel dengan Tuhan dan sesama. Korupsi, yaitu tindakan dan perbuatan merusak dari Israel itu tampak dalam kenyataan-kenyataan ini: “Mereka menjual orang benar karena uang, dan orang miskin karena sepasang sepatu” (Am 2:6); “Mereka menginjak kepala orang lemah ke dalam debu dan membelokkan jalan orang sengsara; anak dan ayah pergi menjamah seorang perempuan muda, sehingga melanggar kekudusan namaKu” (Am 2:7); “Mereka merebahkan diri di samping setiap mezbah di atas pakaian gadaian orang, dan minum anggur orang-orang yang kena denda di rumah Allah mereka” (Am 2:8). Apabila Amos 2:6-8 dilihat dalam konteks hukuman Tuhan atas Yehuda: “Beginilah firman Tuhan, karena tiga perbuatan jahat Yehuda, bahkan empat, Aku tidak akan menarik keputusanKu: Oleh karena mereka telah menolak hukum Tuhan, dan tidak berpegang pada ketetapan-ketetapanNya, tetapi disesatkan oleh dewa-dewa kebohongannya, yang diikuti oleh nenek moyangnya; Aku akan melepaskan api ke dalam Yehuda, sehingga puri Yerusalem akan dimakan habis” (Am 2:4-5), maka bagi Amos kejahatan ketidakadilan sosial-ekonomi Israel merupakan korupsi terhadap Tuhan dan hukumNya.
Kejahatan sosial-ekonomi yang dilakukan Israel terhadap sesama bangsa merupakan kejahatan terhadap aplikasi hukum Tuhan dalam hidup harian dan dalam hidup bertetangga/keluarga. Di sini kita menemukan bahwa kejahatan Yehuda dan Israel yang demikian itu bersifat intensif-kwalitatif, sebab keterpilihan Israel tidak menjadi jaminan keselamatan, dan tidak pula menjadi privilese tanpa tanggungjawab sosial-ekonomi dan religius. Keterpilihan dan kesempurnaan Israel dalam menjawabi panggilannya hanya bisa dipertanggungjawabkan dalam keadilan sosial-ekonomi terhadap sesama bangsanya. Bila Israel mengabaikan “martabatnya” dengan melakukan kejahatan-kejahatan sosial-ekonomi seperti yang juga dikemukakan dalam Amos 8:4-6, maka Israel pasti dihukum! “Dengarlah firman ini, hai lembu-lembu Basan, yang ada di gunung Samaria, yang memeras orang lemah, yang menginjak orang miskin, yang mengatakan kepada tuan-tuan: bawalah kemari supaya kita minum! Tuhan telah bersumpah demi kekudusanNya: sesungguhnya akan datang masanya bagimu, bahwa kamu akan diangkat dengan kait dan yang tertinggal di antara kamu dengan kail ikan! Kamu akan keluar melalui belahan tembok, masing-masing lurus ke depan, dan kamu akan diseret ke arah Hermon, demikianlah firman Tuhan” (Am 4:1-3; bdk Am 5:11)!
Sebenarnya penolakan dan penghukuman Tuhan atas Israel karena kejahatan sosial-ekonomi “mempersiapkan” juga pewahyuan kehendak Tuhan atas tatanan sosial-ekonomi-religius yang ideal yang seharusnya dihayati oleh Israel, yaitu “biarlah keadilan bergulung-gulung seperti air dan kebenaran seperti sungai yang selalu mengalir” (Am 5:24). Kebenaran dan keadilan sosial-ekonomi harus menang dan meraja dalam kehidupan harian bangsa Israel!
Korupsi Dalam Ibadat Kosong:
Nabi Amos sangat sinis dan negatif terhadap ibadat/liturgi palsu! “Datanglah ke Betel dan lakukanlah perbuatan jahat, ke Gilgal dan perhebatlah perbuatan jahat! Bawalah korban sembelihanmu pada waktu pagi, dan persembahan persepuluhanmu pada hari yang ketiga. Bakarlah korban syukur dari roti yang beragi dan maklumkanlah persembahan-persembahan sukarela; siarkanlah itu! Sebab bukankah yang demikian kamu sukai, hai orang Israel, demikianlah firman Tuhan” (Am 4:4-5)!
Amos mengecam sistimatisasi kepalsuan rohani melalui ibadat/liturgi! Ada crescendo hakekat tempat suci dan ada pula crescendo kejahatan iman dan moral. Di tempat di mana sebenarnya tidak boleh terjadi kejahatan, justru semakin hebat kejahatan para penganutnya. Israel melakukan kejahatan yang semakin besar justru di tempat-tempat yang sakral, yaitu tempat kehadiran/bersemayamnya Tuhan! Sikap dan perbuatan tercela ini merupakan tindakan dan perbuatan yang bertentangan dengan panggilan Israel untuk menjadi bangsa yang kudus, kaum imam = am qadosh! Disposisi bathin yang tidak suci dan perbuatan ibadat tanpa hati ini merupakan sikap dan perbuatan Israel yang tercela dan koruptif, yaitu menentang kehendak Tuhan yang menginginkan agar Israel mempunyai integritas ketaatan kepada hukum dan perintahNya, yakni melakukan yang baik dan bukan yang jahat agar Israel hidup!
Nabi Amos melalui sinismenya menandaskan bahwa kejahatan religius-moral dan ketidakadilan sosial-ekonomi yang merajalela dalam hidup bangsa Israel ini hanya membuat ibadat/liturgi mereka sia-sia, tidak berguna! Ibadat/liturgi yang tidak bernilai transformatif adalah kesia-siaan dan bahkan mendatangkan hukuman bagi Israel! Doa tanpa buah kebaikan adalah pengrusakan hubungan yang benar dengan Tuhan, dan liturgi tanpa hati dan perbuatan mengasihi adalah korupsi iman. Setiap tindakan ibadat/ liturgi yang dilakukan oleh mereka yang kehidupan moralnya bejat/jahat/sesat, tidak diterima dan ditolak oleh Tuhan karena hal itu merupakan perongrongan dan korupsi terhadap hukum kasih Tuhan. Kebenaran ini ditandaskan pula oleh nabi Yesaya: “Untuk apa korbanmu yang banyak-banyak, firman Tuhan; Aku sudah jemu akan korban-korban bakaran berupa domba jantan dan lemak dari anak lembu gemukan; darah lembu jantan dan domba-domba dan kambing jantan tidak Kusukai” (Yes 1:11)! Sebaliknya yang diminta dan dituntut oleh Tuhan melalui nabi Yesaya adalah “basuhlah, bersihkanlah dirimu, jauhkanlah perbuatan-perbuatan jahat dari depan mataKu. Berhentilah berbuat jahat, belajarlah berbuat baik; usahakanlah keadilan, kendalikanlah orang kejam; belalah hak anak-anak yatim, perjuangkanlah perkara janda-janda!” (Yes 1:16-17). Penolakan Tuhan terhadap ibadat /liturgi palsu itu bersifat personal dan total. Tuhan sangat emosional dan tegar dalam menolak ibadat/liturgi yang tidak transformatif, yaitu yang tidak menghasilkan buah-buah yang baik dan benar! Sikap Tuhan yang menolak korupsi ibadat/liturgi sangat jelas dalam Amos 5:21-23 = “Aku membenci, Aku menghinakan perayaanmu dan Aku tidak senang terhadap perkumpulan rayamu. Sungguh, apabila kamu mempersembahkan kepadaKu korban-korban sajianmu, Aku tidak suka, dan korban keselamatanmu berupa ternak yang tambun, Aku tidak mau pandang. Jauhkanlah dari padaKu keramaian nyanyian-nyanyianmu, lagu gambusmu tidak mau Aku dengar”! Segala “kesanggupan”–“indera” Allah, yaitu penciuman, penglihatan dan pendengaran Allah tertutup bagi Israel yang jahat dengan ibadatnya/liturginya yang palsu dan munafik! Sebaliknya, yang diinginkan Allah Israel selalu sama, yang terdapat dalam Amos 5:24 yang merupakan kekontrasan dari Amos 5:21-23, yaitu “... biarlah keadilan bergulung-gulung seperti air dan kebenaran seperti sungai yang sedang mengalir”! Ibadat/liturgi yang membuahkan kebenaran dan keadilan sosial-ekonomi merupakan praktek dan wujud hidup keagamaan yang diinginkan dan diterima oleh Tuhan!
Korupsi Dalam Rasa Aman Yang Palsu
Nabi Amos berseru: “Celakalah atas orang-orang yang merasa aman di Sion, atas orang-orang yang merasa tentram di gunung Samaria, atas orang-orang terkemuka dari bangsa yang utama, orang-orang yang kepada mereka kaum Israel biasa datang” (Am 6:1)! Ada pertanyaan retoris: - merasa aman di Sion? - merasa aman di gunung Samaria? Sion adalah bukit yang menatang kota Yerusalem, ibukota Yehuda, sedangkan gunung Samaria adalah bukit yang menatang kota Samaria, ibukota Israel. Aman di Sion dan tentram di gunung Samaria adalah sarkasme Amos terhadap keamanan palsu dan ketentraman semu yang sedang dihayati dan dinikmati oleh manusia Israel. Kalau ada orang yang merasa aman di Sion dan tentram di gunung Samaria pada hal ada begitu besar ketimpangan sosial-ekonomi-religius di kota-kota Israel, maka sesungguhnya Israel itu telah mati suara hatinya dan telah hilang harga dirinya sebagai bangsa terpilih, yaitu bangsa yang diistimewakan Tuhan untuk peka dan berjuang keras membangun kebenaran dan keadilan sosial-ekonomi bagi sesamanya. Keacuh-tak-acuhan dan ketidakpedulian Israel terhadap sesama bangsanya yang menderita merupakan sikap koruptif terhadap shallom-damai sejahtera Tuhan bagi umatNya. Bangsa terpilih seperti Israel dan Yehuda seharusnya menjadi bangsa primadona pembela hukum Tuhan dan pejuang keadilan sosial-ekonomi bagi sesamanya. Status religius, sosial-ekonomi dan politik tidak boleh membuat bangsa Israel kehilangan kepekaan sosial-ekonomi dan religiusnya! Inikah dasar dan motivasi keamanan dan ketentraman palsu dari Israel? “Mempunyai balai/vila musim dingin …dan balai musim panas? … Mempunyai rumah-rumah gading dan rumah-rumah gedang”? (Am 3:15) – Atau karena mereka “mempunyai rumah-rumah dari batu pahat” (Am 5:11) – atau juga mungkin karena mereka “berbaring di tempat tidur dari gading, dan duduk berjuntai di ranjang, yang memakan anak-anak domba dari kumpulan kambing domba dan anak-anak lembu dari tengah-tengah kawanan binatang yang tambun” (Am 6:4); “yang bernyanyi-nyanyi mendengar bunyi gambus, dan seperti Daud menciptakan bunyi-bunyian bagi dirinya” (Am 6:5); “yang minum anggur dari bokor, dan berurap dengan minyak yang paling baik…” (Am 6:6); “yang merebahkan diri di samping setiap mezbah di atas pakaian gadaian orang, dan minum anggur orang-orang yang kena denda di rumah Allah mereka?” (Am 2:8). Apabila hal-hal di ataslah yang menjadi dasar dan motivasi keamanan dan ketentraman Israel, maka sesungguhnya Israel dan Yehuda itu bodoh dan pandir! Sebab sesungguhnya mereka tidur di atas bara api keamanan palsu dan ketentraman hina! Israel tidak bisa aman dan tentram selama ia palsu, tidak adil dan korup-rusak! Hanya kebenaranlah yang memerdekakan manusia! “Kata Yesus kepada orang-orang Yahudi yang percaya kepadaNya: Jikalau kamu tetap di dalam firmanKu, kamu benar-benar adalah muridKu dan kamu akan mengetahui kebenaran, dan kebenaran itu akan memerdekakan kamu” (Yoh 8:31-32). Amos sadar sepenuhnya bahwa Israel yang aman dan tentram palsu, yaitu Israel yang korupt, adalah Israel yang sedang menuju kepada kehancuran dan kebinasaannya sendiri.
Allah Menghukum Israel Yang Korup
“Tuhan mengaum dari Sion dan dari Yerusalem Ia memperdengarkan suaraNya; keringlah padang-padang penggembalaan dan layulah puncak gunung Karmel”(Am 1:2)! Lalu terhadap bangsa-bangsa bukan Yahudi maupun terhadap Yehuda dan Israel dikenakan rumusan yuridis yang sama: “Beginilah firman Tuhan, ‘Karena tiga perbuatan jahat... bahkan empat, Aku tidak akan menarik keputusanKu!’” (Am 1:3.6.9.11.13.15;2:6.8).
Selanjutnya, keputusan Tuhan, Allah Israel untuk menghakimi dan menghukum Israel karena kejahatan-korupsi terhadap kemanusiaan tampak dalam pernyataan Amos pada bagian akhir dari kitabnya: “Bukankah kamu sama seperti orang Etiophia bagiKu, hai orang Israel?, demikianlah firman Tuhan! Bukankah Aku telah menuntun orang Israel keluar dari tanah Mesir, orang Filistin dari Kaftor, dan orang Aram dari Kir?
Sesungguhnya, Tuhan Allah sudah mengamati-amati kerajaan yang berdosa ini: Aku akan memunahkannya dari muka bumi! Tetapi Aku tidak akan memunahkan keturunan Yakub sama sekali, demikianlah firman Tuhan!” (Am 9:7-8). Menempatkan Israel dalam deretan bangsa-bangsa kafir seperti Etiophia, Filistin dan Aram sebenarnya merupakan bentuk penghinaan dan perendahan terhadap martabat Israel, dan sekaligus satu kritik dan koreksi terhadap Israel sebagai bangsa pilihan Allah. Israel diperingatkan bahwa ia tidak bisa menjadikan status keterpilihannya sebagai status quo keamanan dan ketentraman palsu.
Sesungguhnya status Israel sebagai bangsa terpilih itu merupakan sarana untuk mengembangkan panggilannya menjadi bangsa yang lebih bermoral, bertanggungjawab dan lebih berbuat baik terhadap sesama. Bukan privilese status yang harus menjadi kebanggaan Israel tetapi tanggungjawab kesaksian hidup yang benar dan adil sebagai bangsa terpilih yang harus menjadi pertaruhan hidup Israel.
Bangsa Israel yang bermoral buruk dan bertingkahlaku jahat, yang kesukaannya adalah melakukan pelecehan-pelecehan dan korupsi-korupsi terhadap hukum-hukum Tuhan, sesungguhnya menggugurkan dan membatalkan secara de facto dan de jure martabatnya sebagai bangsa terpilih. Karena melakukan korupsi terhadap kebenaran dan moral, maka Israel otomatis diperlakukan sama dengan bangsa-bangsa kafir di sekitarnya seperti Etiophia, Filistin dan Aram. Keadaan ini merupakan penghinaan dan perendahan martabat, dan serentak pengadilan dan penghukuman terhadap Israel!
Dalam kasus menentang korupsi yang dilakukan Israel, yaitu sikap tidak bermoral dan tidak beriperkemanusiaan dari Israel, Tuhan menempatkan diri sebagai hakim bagi segala bangsa. Kebenaran ini tampak dalam kesukaan Amos memanggil Tuhan sebagai “Allah Semesta Alam” : “Dengarlah, dan peringatkanlah kaum keturunan Yakub, demikianlah firman Tuhan, Allah semesta alam!” (Am 3:13). “Sesungguhnya, beginilah firman Tuhan, Allah semesta alam, Tuhanku: Di segala tanah lapangan akan ada ratapan dan di segala lorong akan ada orang berkata, wahai, wahai! Petani dipanggil untuk berkabung dan orang-orang yang pandai meratap untuk mengadakan ratapan. Dan di segala kebun anggur akan ada ratapan, apabila Aku berjalan dari tengah-tengahmu, firman Tuhan” (Am 5:16-17)!
Pada akhir dari kitab Amos pun terdapat pernyataan ini, “Tuhan semesta alamlah yang menyentuh bumi, sehingga bergoyang, dan semua penduduknya berkabung, dan seluruhnya naik seperti sungai Nil, dan surut seperti sungai Mesir,…” (Am 9:5; bdk Am 4:13; 5:14-15.25; 6:8.14). Karena Tuhan itu, Allah semesta alam, maka kekuasaan penghakimanNya berlaku untuk semua bangsa secara universal, dan otomatis berlaku atas Israel dan Yehuda! Tak satu bangsa pun dan tidak seorang manusia juga, kapan dan dimana pun dapat melarikan diri dari penghakiman dan penghukuman Tuhan, bila ia melawan hukum Tuhan!
Konsekwensi logis dari korupsi, kejahatan dan dosa Israel adalah penghukuman atas Israel oleh Tuhan, Allah semesta alam! “Sesungguhnya Aku akan mengguncangkan tempat kamu berpijak seperti goncangan kereta yang syarat dengan berkat gandum” (Am 2:3; bdk Am 3:14-15). “Tuhan Allah telah bersumpah demi kekudusanNya: Sesungguhnya akan datang masanya bagimu, bahwa kamu akan diangkat dengan kait dan yang tertinggal di antara kamu dengan kail ikan. Kamu akan keluar melalui belahan tembok, masing-masing lurus ke depan, dan kamu akan diseret ke arah Hermon” (Am 4:2-3)! Keputusan Tuhan untuk menghukum Israel bersifat defenitif: “Aku tidak akan memaafkannya lagi!” (Am 7:8; bdk Am 2:4.6) – “Kesudahan telah datang bagi umatKu Israel, Aku tidak akan memaafkannya lagi!” (Am 8:2) – “Api pasti membakar dan menghanguskan!” (Am 7:4).
Hari Tuhan bagi Israel bukanlah hari terang dan bercahaya benderang, tetapi hari kegelapan! “Celakalah mereka yang menginginkan hari Tuhan! Apakah gunanya hari Tuhan bagimu? Hari itu kegelapan, bukan terang! Seperti seorang yang lari terhadap singa, seekor beruang mendatangi dia, dan ketika ia sampai ke rumah, bertopang dengan tangannya ke dinding, seekor ular memagut dia! Bukankah hari Tuhan itu kegelapan dan bukan terang, kelam kabut dan tidak bercahaya?” (Am 5:18-20).
Hari Tuhan sungguh hari yang gelap dan membawa malapetaka yang sangat besar bagi Israel! Hari Tuhan menjadi hari kematian bagi Israel: hari kelaparan dan kehausan (Am 8:11-14) serta hari ratapan dan perkabungan (Am 9:5)! Di sini ada satu totalitas kebinasaan bagi Israel dan terjadi pula satu pembalikan fakta yang radikal, yaitu hari Tuhan menjadi hari yang total gelap-gulita!
Masa Depan Bagi Yang Bertobat
Walaupun kegelapan dominan dalam pewartaan nabi Amos, tetapi terbersit juga di sana fajar harapan baru bagi Israel yang bertobat! “Sebab beginilah firman Tuhan kepada kaum Israel: Carilah Aku, maka kamu akan hidup!” (Am 5:5) – “Carilah Tuhan, maka kamu akan hidup!” (Am 5:6).
Aku, Tuhan adalah hidup! Hanya Tuhan yang memberi kehidupan, bukan manusia! Ibadat/liturgi hanyalah sarana untuk menghayati hubungan Israel dengan Tuhan. Tuhanlah yang menjadi sentrum liturgi, karena itu moralitas yang benar dan buah peribadatan dalam pengamalan kasih merupakan indikasi kehadiran Allah di dalam ibadat/liturgi.
Ada semacam perbandingan di sini: “Janganlah kamu mencari Betel, janganlah pergi ke Gilgal dan jangan menyebrang ke Bersyeba, sebab Gilgal pasti masuk ke dalam pembuangan dan Betel akan lenyap!” (Am 5:5), tetapi “carilah Tuhan, maka kamu akan hidup” (Am 5:6)!
Kehidupan Tuhan itu ada dan berwujud di dalam kebaikan, kebenaran dan keadilan sosial-ekonomi! “Carilah yang baik dan jangan yang jahat, supaya kamu hidup, dengan demikian, Tuhan Allah semesta alam, akan menyertai kamu, seperti kamu katakan!” (Am 5:14); - “Bencilah yang jahat dan cintailah yang baik; tegakkanlah keadilan di pintu gerbang: mungkin Tuhan, Allah semesta alam, akan mengasihi sisa-sisa keturunan Yusuf!” (Am 5:15).
Sebenarnya firman Tuhan dalam Amos 5:4.6.14 merupakan ajakan dan tawaran kepada Israel untuk bertobat! Cinta akan Tuhan membuat orang menjauhi kejahatan, keserakahan, korupsi dan kemunafikan hidup!
Nabi Amos secara keseluruhan mengamanatkan hukuman Allah yang iminen terhadap Israel karena kejahatan keagamaan dan kejahatan sosial-ekonomi, tetapi tetap ada celah pengharapan bagi Israel! Apabila Israel, yaitu sisa Israel bertobat, maka mereka akan selamat! Bagian akhir dari Kitab Amos memberi warna baru dengan menyatakan Janji Allah untuk memulihkan kembali dinasti Daud dan kehidupan umat Israel: “Pada hari itu, Aku akan mendirikan kembali pondok Daud yang telah roboh; Aku akan menutup pecahan dindingnya, dan akan mendirikan kembali reruntuhannya, Aku akan membangunnya kembali seperti dahulu kala” (Am 9:11)!
Restorasi itu mendatangkan kembali kemakmuran dan kesejahteraan bagi umat Israel: “Sesungguhnya waktu akan datang, demikian firman Tuhan, bahwa pembajak akan tepat menyusul penuai dan pengirik buah anggur penabur benih; gunung-gunung akan meniriskan anggur baru dan segala bukit akan kebanjiran; Aku akan memulihkan kembali umatku Israel: mereka akan membangun kota-kota yang licin tandas dan mendiaminya; mereka akan menanami kebun anggurnya dan minum anggurnya; mereka akan membuat kebun buah-buahan dan makan hasilnya” (Am 9:14)!
Restorasi Israel oleh Allah bahkan bersifat permanen dan lestari dalam “rumusan perjanjian ini”: “Maka Aku akan menanam mereka di tanah mereka, dan mereka tidak akan dicabut lagi dari tanah yang telah Kuberikan kepada mereka, firman Tuhan, Allahmu” (Am 9:15)!
Ada kegelapan total dalam warta Amos, tetapi di sana terbersit pula restorasi total bagi Israel yang bertobat! Ende gut, alles gut!
No comments:
Post a Comment