Jan 3, 2012

Penegakan Hukum, HAM dan Good Governance Dapat Memberantas Tindak Pidana Korupsi (II Habis)

By: Arlindo Dias Sanches*

Untuk menghadapi fenomena yang demikian, di dalam upaya untuk mencapai sasaran pembangunan penyelenggaraan Negara menuju terciptanya tata pemerintahan yang bersih dan berwibawa, maka seharusnya Perdana Mentri Kay Rala Xanana beserta jajarannya mengeluarkan berbagai peraturan perundang-undangan yang tegas dan lembaga-lembaga pemerintah ataupun lembaga non pemeritah untuk;

1. Menuntaskan penanggulangan penyalahgunaan kewenangan dalam bentuk pratik-pratik KKN dengan cara: (a). penerapan prinsip-prinsip tata pemerintahan yang baik dan bersih (good governance) pada semua tingkat dan line pemerinthan dan pada semua kegiatan, (b). pemberian sanksi yang seberat-beratnya bagi pelaku KKN sesuai dengan ketentuan yang berlaku, (c). peningkatan efektifitas pengawasan aparatur negara dan aparatur pemerintah melaui koordinasi dan sinergi pengawasan internal, ekternal dan pengawasan masyarakat, (d). meningkatkan budaya kerja aparatur yang moral, profisional, produktif dan bertanggung jawab, (e). peningkatan pemberdayaan aparatur penyelenggara negara, aparatur pemerintah, dunia usaha dan masyarakat dalam pemberantasan KKN.

2. Meningkatkan kwalitas penyelenggara Administrasi Negara melalui; (a). penataan kembali fungsi-fungsi kelembagaan pemerintahan agar dapat berfungsi secara lebih memadai, efektif, dengan struktur lebih proposional, ramping, luwes dan responsive, (b) meningkatkan efektifitas dan efisiensi ketatalaksanaan dan prosedur pada semua tingkat dan line pemerintahan, (c). penataan dan peningkatan kapasitas sumber daya manusia aparatur agar lebih profisional sesuai dengan tugas dan fungsinya untuk memberikan pelayanan yang terbaik kepada publik, (d). peningkatan kesejahteraan para aparatur negara dan pemerintah dan memperlakuan sistim karier berdasarkan prestasi kerja.

3. Meningkatkan keperdayaan masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan dengan; (a). peningkatan kwalitas pelayanan publik terutama palayanan dasar, pelayanan umum dan pelayanan unggulan, (b). peningkatan kapasitas masyarakat untuk dapat mencukupi kebutuhan dirinya, berpatisipasi dalam proses pembangunan dan mengawasi jalannya pemerintahan, (c). peningkatan transparansi, partisipasi dan mutu pelayanan melalui peningkatan akses dan sebaran informasi.

4. Sasaran khusus yang ingin dicapai dalam mewujudkan pemerintah yang bersih dan berwibawa harus; (a). memberantas secara nyata praktik-patrik KKN di birokrasi dan dimulai dari tataran (jajaran) pejabat yang paling atas, (b). terciptanya sistim kelembagaan dan ketatalaksanaan pemerintah yang bersih, efesien, transparan, professional dan akuntabel, (c).terhapusnya aturan, peraturan dan praktik diskriminasi terhadap setiap warga negara (d). meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengembalian kebijakan publik, (e). terjaminnya konsistensi seluruh peraturan perundang-undangan secara hirarki tidak diperkenankan saling bertentangan.

Dalam mewujudkan pemerintahan yang bersih dan bebas dari praktek-pratek KKN harus adanya (a). pencegahan yaitu perbaikan dan penyempurnaan instrumen kerangka kebijakan, kelembagaan, proses dan prosedur, sumber daya manusia, budaya serta pelibatan masyarakat untuk mendeteksi maupun mencegah terjadinya tindak pidana korupsi, (b), penindakan yaitu percepatan penanganan dan eksekusi perkara tindak pidana korupsi, peningkatan dukungan terhadap lembaga penegak hukum dan pengembangan sistim pengawasan lembaga penegak hukum.

Untuk mewujudkan pemerintah yang bersih (clean government) bukan hanya semata-mata tugas institusi penegak hukum tetapi merupakan kewajiban seluruh para penyelenggaraan negara, elit politik, rohaniawan dan masyarakat. Selain itu untuk menumbuhkan kesadaran di dalam upaya mewujudkan pemerintah yang bersih (clean government) tidak terlepas dari upaya membangun tata pemerintahan yang baik (good governance). Kesadaran ini harus di lakukan dengan mengadakan perubahan secara menyeluruh terhadap semua sistim dan mekanisme pemerintahan yang selama ini dipandang sebagai pemicunya.

Pandangan suatu pemerintahan yang baik (good governance) harus memenuhi 9 karakteristik yang ditetapkan oleh Komisi Sosial Ekonomi PBB untuk Asia Pasifik menformulasikan dalam program bakunya yaitu; (1). Participation, keterlibatan masyarakat dalam pengambilan keputusan melalui lembaga perwakilan, (2). Rule of law, dibutuhkan sistim hukum yang adil dan tidak diskriminasi, (3).Transparency, mudah mendapatkan akses informasi terkait dengan kepentingan umum, (4). Responsiveness, tanggap cepat dan tepat dalam melayani masyarakat, (5). Consensus orientation, ditunjukan kepada kepentingan masyarakat, (6). Equity, persamaan kedudukan di depan hukum dan pemerintahan di dalam memperoleh kesejahteraan dan keadilan, (7).
Efficiency and effectiveness, pengelolaan sumber daya public dilakukan secara efektif dan efisien, (8). Accountability, kinerja harus dapat dipertanggung jawabkan kepada publik, (9). Strategic vision, harus memiliki visi yang jelas.

Dari Prespektif pemerintah yang bersih (clean government) yang harus mendapat perhatian adalah korupsi yang terkait dengan berbagai kegiatan-kegiatan pemerintah yang berhubungan penatalaksanaan (pengelolaan), baik itu berupa penerimaan maupun pembelanjaan uang negara. Faktor penyebabnya antara lain dikarenakan sistim penerimaan dan pengelolaan keuangan negara yang kurang transparan dan akuntabel, sektor-sektor yang rawan korupsi hampir di semua line, disektor pengeluaran negara seperti perbankan, perpajakan, penerimaan bea cukai, distribusi, penjualan asset pemerintah, sewa-menyewa antara pemerintah dengan pengusaha dll. Sedangakan di sektor pengeluaran negara seperti dibidang pendidikan, kesehatan pekerjaan umum, Administrasi, perhubungan, terutama dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah dan tendernisasi proyek-proyek pemerintah menggunakan dana Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN).

Jika kita mengamati lebih jauh dari setiap kasus yang mencuat ke permukaan melalui berbagai media baik melaui media cetak maupun media elektronik dimana pada kasus tindak pidana korupsi yang terjadi di Timor-Leste di bawah kepemimpinan Perdana Mentri Kay Rala Xanana Gosmão seringkali terkait dengan penggelembungan harga dalam pengadaan barang dan jasa, dan proses tendernisasi proyek-proyek yang muaranya kepada penyuapan, pemerasaan dalam jabatan dan gratifikasi dan para pelaku tindak pidana korupsi tersebut merupakan orang-orang yang dekat dengan atau satu partai politik dengan sumber kekuasaan ataupun yang memang memiliki kekuasaan yang besar. Atas kenyataan ini, dapat dikatakan bahwa gejala korupsi di tandai dengan adanya penggunaan kekuasaan dan wewenang publik, untuk kepentingan pribadi atau golongan tertentu yang sifatnya melanggar hukum dan norma-norma lainnya.

Pengertian kerugian Negara berdasarkan perspektif hukum pidana adalah suatu perbuatan yang menyimpang terhadap penggunaan dan pengelolaan keuangan negara dapat dikualifikasikan sebagai perbuatan merugikan negara atau dapat merugikan negara sebagai tindak pidana korupsi. Dengan pemenuhan unsur-unsurnya (I). perbuatan tersebut merupakan perbuatan melawan hukum, baik dalam pengertian formal maupun materil atau penyelahgunaan wewenang, kesempatan atau sarana yang ada padanya, (II). para pihak ada yang diperkaya dan diuntungkan, baik si pelaku itu sendiri dan lain atau korporasi.

Pengertian “melawan hukum” sering dirancukan dengan pengertian “menyalahgunakan wewenang” pada dua hal itu jelas berbeda, meskipun hakekatnya penyelahgunaan wewenang tersebut juga melawan hukum. Yang jelas malawan hukum adalah perbuatan yang pertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang bisa dilakukan oleh setiap orang; sedangkan menyalahgunakan wewenang adalah juga perbuatan yang pertentangan dengan peraturan perundang-undangan hanya bisa dilakukan oleh seseorang yang mempunyai kewenanggan dan kapasitas tertentu yang terkait dengan jabatannya, terkait dengan procedural. Menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada terkait dengan posisinya selaku penyelenggara aparatur pemerintah atau pegawai negeri di institusi itu secara salah dapat disebut “misbruik van gesag atau van bevoeg” menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, sarana yang ada padanya karean jabatan atau kedudukan dan kewenangan tersebut digunakan tidak sesuai dengan tugas jabatannya.

Akhir dari tulisan ini penulis sangat mengharapkan kepada kita semua berkeinginan dan komitmen bersedia untuk menghindari terjadinya tindak pidana korupsi dalam bentuk apapun juga, antara lain dapat ditempuh dengan memperbaiki sistim, memperbaiki penghasilan, peningkatan pengawasan, pemberian sanksi yang tegas terhadap penyimpangan, memberikan keteladanan oleh atasan, pendidikan agama dan etika, transparansi kebijakan, sosialisasi peraturan perundang-undangan tentang korupsi atau membuka akses pengaduan yang seluas-luasnya dan semua pengaduan harus di tindak lanjutkan oleh para aparak penegak hukum yang ada.

Secara umum pemberantasan tindak pidana korupsi sudah menampakkan kemajuan yang berarti di akhir-akhir ini, beberapa kasus yang sudah dilakukanya proses peradilan sampai tuntutan terhadap pelaku-pelaku tindak pidana korupsi, walaupun tidak sebanding tindak pidana korupsi yang terjadi. Kita menyadari, bahwa instrumen pidana meskipun dengan sanksi yang tegas tersebut, bukanlah satu-satunya upaya yang dapat menanggulangi dan memberantas korupsi, tetapi diharapkan dengan tindakan yang konsekuen dan konsisten secara berkesinambungan dapat membuat orang berpikir berkali-kali jika ingin korupsi, sehingga keinginan untuk mewujudkan pemerintah yang bersih dan berwibawa (clean government) dan good governance dapat dicapai.

*Praktek pengacara di SJG Advagados, Jln. Belamino Lobo, Dili Timor-Leste. 7434430 arlindosanches@ymail.com

1 comment:

uii profile said...
This comment has been removed by a blog administrator.