Saya setuju dengan bapak Hamdi Muluk, Psikolog Politik dari Universitas Indonesia bahwa untuk mendirikan sebuah negara adalah tidak mudah. Jangankan Psikolog Politik, masyarakat yang jualan produk lokal di pasar tradisional sepelosok Timor-Leste pun tahu bahwa mendirikan sebuah negara adalah sangat sulit. TAPI saya sangat tidak setuju dengan pernyataan bapak Muluk bahwa ADA PENYESALAN Timor-Leste melepaskan diri dari Indonesia. Saya tidak tahu apakah bapak Hamdi belajar sejarah Indonesia dalam 20 tahun pertama kemerdekaan Indonesia? Tapi saya sangat yakin bahwa bapak Muluk tidak pernah tahu sejarah Timor-Leste yang sebenarnya. Belajarlah sejarah Indoensia di awal-awal kemerdekaan dengan baik sebelum memberikan pernyataan dengan kapasitas sebagai Psikolog Politik tentang perbedaan pandangan dan konflik di Timor-Leste. Para pemimpin Timor-Leste saat ini adalah sebagaian besar PENDIRI NEGARA ini, maka sangat disayangkan apabila anda mengatakan ADA PENYESALAN melepaskan diri dari Indonesia. Justru sebaliknya Indonesia ditampar dalam diplomasi internasional, tapi dengan ketulusan dan kehendak baik politik Timor-Leste untuk melupakan masa lalu yang gelap dan menatap masa depan yang cemerlang, dengan itu memaafkan segala kejahatan kamanuasiaan Indonesia atas Timor-Leste dan lebih memilih menjalin hubungan bilateral yang baik dengan Indonesia, itu bukan berarti Timor-Leste menyesal untuk merdeka. Faktanya adalah hanya dalam 11 tahun kemerdekaanya, Timor-Leste tidak perlu lagi mengemis karena punya uang sendiri untuk membiayai pembangunan. Xanana dan Alkatiri telah bergandengan tangan untuk kepentingan nasional dan pembangunan bangsa meski memiliki perbedaan pandangan dalam membangun negara ini. Pesan buat bapak Muluk, sebagai orang akademis, dapatkanlah referensi yang cukup sebelum mengeluarkan pernyataan, sehingga enak didengar dan berkwalitas, terutama datang dari Universitas Indonesia yang adalah kebanggaan Indonesia.
No comments:
Post a Comment