Feb 25, 2011

Would You Know My Name, If I Saw You in Heaven? (Berpikir Untuk Terus Mengalir)

Kala itu Timor (Bukan nama pulau, nama tokoh rekaan kisah gendeng ini) duduk dengan amannya. Sedikit pun ia tak bergeming di depan segelas teh panas (bukan hangat) yang disuguhkan sebagai simbol keramah-tamahan. Ia duduk dan tidak pernah sedikitpun memikirkan keluasan pemikiran Plato dan Aristoteles. Dua tokoh dalam sejarah Filsafat purba, yang tetap abadi dikenang. yang satu karena pendasarannya yang gilang terhadap kesempurnaan dengan bangunan dunia IDE-nya, sedang yang satu lebih dikenal karena memillih membumikan Filsafat pada perjumpaannya yang mutlak dengan realitas. Yah Plato berorientasi vertikal dalam membingkai idealismenya yang eksentrik seputar forma dan materi dua dimensi rancangan akali, sedangkan Aristoteles lebih berorientasi membangun jurusan pemikiran yang lebih horisontal yang berdekatan dengan kemanusiaan dan bagaimana manusia menjadi mitra realitas. Idealisme dan realisme ini pun lantas menjadi materi dasar humanisme.

Kemanusiaan pada posisinya yang terkini dihadapkan secara langsung pada keberpihakan yang juga berarti pilihan untuk menenun idealisme ketika berhadapan dengan realitas yang sesungguhnya yang bahkan pernah dibicarakan sebagai kutukan bagi keterlemparan manusia ke dunia ini. Plato menciptakan sebuah dunia yang sangat sempurna, di mana manusia-manusia sempurna hadir dengan waktu, peristiwa dan juga kelayakan insani yang sempurna. Dunia ide yang memiliki forma absolut dan tanpa cela. Sebuah garis lurus terbentang dari bumi di bawah ke dunia ide di atas sana. Dunia yang tidak pernah dimengerti TIMOR sebagai petualang yang pernah berlari dalam gelap, bernyanyi di kala terang dan tetap menghidupi nafas-nafas manusiawinya bahkan ketika temaram memerintah dunia ini. "Andai saya bisa mengatur semua, saya akan berusaha agar dunia saya terus menjadi wahana perubahan dan terus disebut sebagai habitus baru, tempat yang konservatif dan yang modern berpadu dalam mengenang sejarah yang sudah usang, memanen prinsip-prinsip yang diwariskan sebagai tradisi, serentak terus membarui diri dalam adaptasi yang konstan. ahh, seandainya saya bisa mengatur segala sesuatu, tentunya saya tidak sengsara seperti sekarang ini. berteriak pada kekosongan dan mengeluh pada ketiadaan. Yah, semoga saya bisa mengatur segala sesuatu yang senantiasa dirahmati oleh sentral titik potong yang vertikal dan horisontal tersebut," katanya ketika lidahnya belum mampu mengimbangi panas air yang berwarna akibat pencampuran tersebut.

Dia masih terdiam di depan teh panas yang sayang kalau dihabisi tersebut. Namun, ia sadar, teh panas itu tidak akan pernah terus menjadi panas. Ia akan berubah, tua, basi dan tidak lagi indah. Perubahan, yah harus ada perubahan. Ia tidak segera mengamini apa yang disampaikan Heracleitos tentang Panta Rei. Segala sesuatu harus mengalir, segala sesuatu harus terus berjalan menuju titik di mana dia tidak bisa berjalan. Namun, yang langsung masuk dalam memorinya adalah apakah yang akan diperolehnya dari perjalanan ini. mengapa dia tidak berhenti dan diam saja? Mengapa semua harus berjalan, apakah memang karena semua hanya bisa berjalan dalam ada dan tidak ada, sebagai ada dan tidak ada? Mengapa mengalir dan larut dalam perjalanan ini seakan menjadi alasan manusia dilempar ke dunia ini? pikirannya tak sanggup lagi bertanya. angannya tak dapat lagi berimajinasi. Dia tidak bisa menangkap ekor senja yang pergi setelah digusur pelukan kegelapan. pun tidak bisa menghentikan sejuk dan mistisnya lenguhan kegelapan saat sayap fajar terburai mengembang di cahya kilau-kemilau. Ah, dunia apakah harus terus seperti ini? TIMOR tidak bisa mengerti dengan utuh akan hadirnya petualang-petualang yang singgah dan tidak pernah melabuhkan sauh selamanya di dermaga kejelasan yang mau dibangunnya. Segala sesuatu datang dan pergi. Datang dalam rupa-rupa wujud, pergi begitu saja bahkan ada yang pergi dan datang lagi. Banyak yang pergi setelah mengecap dengan nikmatnya nyanyian suka tanah-tanah gembira yang terbentang sebagai buminya. Mengapa Harus ada Plato dan Aristoteles yang tegas membuat orang mencari makna terdalam? Mengapa Heracleitos menambah runyam dunia dan kemanusiaan ini dengan meminta segala sesuatu mengikuti kodratnya untuk terus berlangkah? sedangkan derita dan kesuraman ini toh pada akhirnya harus diganti oleh terang dan temaram. redup dan gilangnya cahya mengapa harus terus ada?

"Seandainya benar sayap-sayap waktu itu bisa dipatahkan. Jangan pernah dinginkan teh panas ini! Jangan pernah mengubah segala sesuatu yang telah menjadi indah pada waktunya kemudian layu dan hanya meninggalkan benih kesengsaraan," ujarnya. Dia masih terdiam di depan semua ini. Ia takjub dan heran, mengapa kepastian dan ketakpastian itu datang seolah pribadi yang sama. datang serentak dan pergi serentak. Teh panas itu tetap menjadi kisah abadi dalam misteri hidupnya. Apakah ia pantas untuk berpikir mengenai perubahan dan pembaruan?

 Oleh: Erma;indo Albinus Jpseph Sonbay
Solo, Awal Februari 2011

No comments: