Feb 1, 2011

Kami Bersaudara III - Cemilan Khas Berselera

Cerita Nasi Kerak, Kelapa Kering dan Lelehan Minyak
dikisahkan kembali oleh: Ermalindo Albinus Joseph Sonbay

Ada yang hobi ngemil? Tidak disalahkan dan tidak bisa diabaikan. Waktu di Lalian dulu kami juga memiliki cemilan khas yang tidak ada di tempat lain. Mungkin. Cemilan khas berselera itu kami sebut dengan NK, KKN, dan lain sebagainya. NK adalah singkatan untuk Nasi Kerak. Kebetulan setiap hari kami makan nasi yang dimasak bersamaan dengan jagung yang (berusaha) dihaluskan, tapi tidak sampai halus. Ada kalanya nasinya sudah sangat lunak, sedangkan jagungnya masih keras. Nah kerak nasi di oven tempat memasak untuk 300-an siswa Seminari ini yang biasa diperebutkan saat istirahat studi sore. Sebelum masuk jam studi kedua, kami selalu memperebutkan cemilan ini untuk dikunyah seakan ada konser di mulut pada jam studi kedua. Bahkan ada yang masih bisa disimpan hingga jam studi ketiga (jam 21.00 sampai 22.15).
Hari-hari terakhir di Seminari Sta. Maria Immculata Lalian
Alumni SEMLA angkatan 47, bersama pembimbing Rm. Theo, Pr.

Selain itu ada juga kelapa kering di kebun yang jatuh sendiri ke tanah. Kelapanya tidak pernah dibelah dengan menggunakan parang atau alat lain. Sangat purba cara kami. Buah dan batok kelapa dihancurkan dengan menggunakan batu. Remah-remah kelapa kering kemudian dibawa masuk ke dalam kelas. Kadang dikunyah bersama NK yang ada atau kadang bersama gula merah yang dibeli di kios-kios terdekat. Ada juga teman yang selalu aktif mendengar bunyi buah-buahan yang jatuh, seperti sirsak, pisang dan mangga. Maka ramailah cemilan kami. Cemilan surgawi yang menguatkan kami untuk belajar dan terus belajar menjadi sederhana dengan cara sederhana. Kalau ketangkap pamong atau siswa yang diberi wewenang sebagai petugas, sudah pasti semua yang melakukan ‘ngemil ilegal’ ini diberi sanksi. Ngomong soal sanksi, apa yang kami alami di Lalian sudah mirip-mirip pelatihan komando di angkatan-angkatan elite pertahanan kita.

Namun, semua itu tidak sedikitpun membuat kami kecut, takut atau apalah. Kami malahan menikmati semua itu. Tidak ada protes, tidak ada demonstrasi. Kami tahu dengan baik bahwa semua itu adalah tanur api yang akan semakin memurnikan kami. Kami bisa belajar dan berprestasi dengan baik. Disiplin yang diwarnai dengan cemilan-cemilan itu membuat kami bertumbuh (bahkan ada yang dua kali lebih besar) dalam kebersamaan dan persaudaraan. Ada juga saudara-saudara yang mengetahui dengan pasti titik lemah pengurus yang sering mempersiapkan anggur untuk misa para pastor. Romo Inosensius Nahak, Pr, misalnya ketika masih bertugas sebagai koster seminari (kala itu dia masih siswa seminari) menjadi salah satu celah di mana kami bisa minum anggur yang katanya dikirim langsung dari Perancis itu. Hmmm, enak dan menghangatkan. Semua harus mencari perhatian dan berbuat baik dengan Ino supaya bisa memperoleh jatah anggur di luar ekaristi tersebut.
Belakang sana nampak pohon kelapa, di kebun Seminari
di sanalah kami memungut kelapa kering, dipecahkan dengan batu
bawa potongan kelapa kering ke dalam kelas, makan dgn nasi kerak
 Ada juga kenakalan kami yang lain, menghabiskan ransum orang. Robertus Tupen dkk, selalu mengeluarkan sedikit uang untuk berbelanja di koperasi kami. Kebetulan dia pengurus koperasi. Nah makanan-makanan ringan yang dibawa ke kelas selalu kami serbu dan habiskan bersama. Banyak menjadi menarik dan indah ketika dimunculkan serentak dalam memori akan Lalian. Di sana kami belajar makan sendiri, tidur sendiri, cuci baju sendiri, tanam dan olah lahan sayur-mayur sendiri, belajar sendiri. Mandiri dan disiplin menjadi dua hal yang ditanamkan Lalian secara kuat ke dalam pikiran dan hati kami, ke dalam hidup kami.
Oiya, hampir lupa. Ada juga cemilan kami yang lain, pisang goreng di kala istirahat sekolah. Tapi cara makannya unik. Pisang goreng yang kalau di kota-kota besar diberi rasa dan aroma coklat, keju, dll, di tempat kecintaan kami ini dimakan dengan garam. Fransiskus Borgias Kuabib paling menikmati sajian khas berselera saat break antar-mata pelajaran ini.

Makanan kami cukup bergizi tinggi. Nasi, jagung, kacang hijau, sayuran segar, terkadang lemak hewan dan juga makanan-makanan lain yang dibawa dari rumah masing-masing ketika pulang berlibur. Ke rumah hanya tiga kali setahun, libur besar, libur natal dan paskah. Ada juga yang membuat kami betah yakni olah raga setiap hari. Ada basket, volley, sepak bola, badminton dan jogging di kala sore serta ping-pong di waktu malam. Teman-teman yang lain bahkan menggemari sulbak, biliarnya anak-anak Lalian.

Istilah keren yang kami pakai untuk menghabiskan makanan bawaan sendiri dan bawaan teman-teman adalah PERTEMUAN. Kalau ada jatah makanan ekstra maka ketua paroki atau keuskupan akan segera memberikan pengumuman bahwa akan ada perttemuan, padahal nanti isinya makan-makan.

Beberapa istilah teknis yang eksklusif dan hanya menjadi milik kami adalah MELODI, MOVED, BATU, ISI, TANAM, dan masih banyak lagi. Ahh, Tuhan kalau saja dunia ini akan ada lagi, biarlah kami tetap di sana saja!
Persaudaraan yang dibangun bersama terus terikat erat
walau sudah sekial lama tidak bersua

No comments: