Penganut Yahudi sudah lama ada di Indonesia. Mungkin sudah ada sejak 160 tahun lalu, saat zaman penjajahan Belanda. Jacob Saphir, merupakan pengelana Yahudi pertama yang datang ke Indonesia.
Jacob, seperti dimuat di Jewsivirtuallibrary , datang ke Indonesia pada 1850-an. Saat itu, menurut Jacob, ada sekitar 20 keluarga Yahudi berasal dari Jerman dan Belanda yang berada di Jakarta. Kebanyakan dari mereka bekerja sebagai pedagang atau bekerja pada Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) yang menjajah Indonesia.
Saat itu para Yahudi ini dinilai tidak religius dan belum memiliki organisasi yang mempersatukan mereka. Karenanya, Jacob meminta kepada komunitas Yahudi di Amsterdam, Belanda, untuk mengutus seorang Rabbi guna mengatur orang Yahudi di Hindia Belanda (Indonesia).
Ridwan Saidi dalam bukunya 'Fakta dan Data Yahudi di Indonesia', menulis, pada 1881, Jurnal the Theosofist memuat berita pemimpin Zionis Internasional Freemasonry Madam Blavatsky mengutus Baron van Tengnagel untuk mendirikan Loge atau rumah ibadah kaum Freemansonry di Pekalongan, Jawa Tengah.
Loge itu sendiri dibangun tahun 1883, tapi tidak berkembang karena diprotes masyarakat sekitar yang menganggap ritual ibadahnya sesat. Karena gagal di Pekalongan, akhirnya kelompok ini memindahkan kegiatan di Batavia (Jakarta).
Dua Loge besar dirikan di Blavastky Straat (sekarang Jalan Medan Merdeka Barat) dan Vrijmetselarijweg Straat (sekarang Jalan Budi Utomo). Selain itu loge lainnya juga dibangun di Makassar (Sulawesi Selatan), Bandung (Jawa Barat), Yogyakarta dan Surabaya (Jawa Timur). Loge-loge ini menjadi pusat kegiatan ritual untuk orang Yahudi Belanda dan Eropa di Indonesia yang bekerja di VOC.
Hindia Belanda saat itu dianggap sebagai wilayah aman bagi operasi gerakan zionis ini, karena kebanyakan penduduk pribumi menganggap orang Yahudi Belanda dan Eropa sebagai orang Nasrani (Kristen).
Selain itu, Gubernur Hindia Belanda yang menjabat selalu menjadi Pembina Rotary Club. Namun aktivitas ritual belaka berujung kebuntuan gerakan zionis ini.
Makanya, gerakan Zionis Internasional untuk Asia dipindahkan dan dipusatkan ke Adyar, India pada tahun 1909 dan mengutus A.J.E. van Bloomenstein ke Jawa. Pola gerakan pun diubah Bloomenstein pada tahun 1912 dengan mendirikan Theosofische Vereeniging (TV).
TV bekerja di kalangan intelektual dan calon intelektual bumiputra. Misalnya TV inilah yang mendanai Kongres Pemuda tahun 1928, yang dilaksanakan di Loge Broederkaten di Vrijmetselarijweg Straat.
Akibatnya sejumah ormas pemuda memboikot kongres dan membuat kongres tandingan (Kongres II) pada tanggal 27-28 Oktober 1928 yang menghasilkan Sumpah Pemuda.
Pada tahun 1920 banyak orang Yahudi dari Belanda, Irak dan Yaman datang ke Indonesia. Tahun 1921, diperkirakan ada 2 ribu orang Yahudi tinggal di Pulau Jawa. Saat itu jumlah Yahudi bertambah karena banyaknya orang Yahudi yang menjadi pelarian diburu pasukan Nazi, Jerman.
Namun pada tahun 1939-1945, banyak orang Yahudi yang menjalani hukuman di masa pendudukan Jepang. Baru setelah kemerdekaan, komunitas Yahudi mulai mengalami kemerosotan. Populasinya berkurang karena faktor politik dan ekonomi.
Gerakan Zionisme kembali dihidupkan pasca kemerdekaan, tahun 1954 berdiri Jewish Community Indonesia (JCI). JCI ini dalam anggaran dasarnya merupakan kelanjutan dari Vereeniging Voor Joodsche Belangen in Nerderlandsch-Indie te Batavia yang berdiri tahun 1927.
Pada tahun 1957, tercatat sekitar 450 orang Yahudi di Indonesia. Umumnya mereka merupakan kaum Ashkenazim yang tinggal di Jakarta dan kaum Sephardim di Surabaya. Tahun 1963 populasi orang Yahudi kembali berkurang dan tinggal 50 orang saja. Mereka ini berada di bawah naungan Board of Jewish Communities of Indonesia (Dewan Komunitas Yahudi Indonesia).
Pada tahun 1976, Departemen Agama (sekarang Kementerian Agama) mencatat hanya ada 3 orang pemeluk Yahudi di Jakarta. Pada tahun 1997 tercatat ada sekitar 20 orang Yahudi yang tinggal di Indonesia.
Soal data jumlah populasi orang Yahudi di Indonesia memang tidak ada yang seragam. Direktur Eksekutif Indonesia-Israel Public Affair Committee (IIPAC) Benjamin Ketang mengatakan, komunitas Yahudi di Indonesia sesuai data di National Jewish Agency sebanyak 6.500 orang. Dari jumlah itu yang menjadi anggota IIPAC tercatat 4.850 orang.
Kebanyakan mereka memang bukan orang Indonesia asli, tapi banyak orang asing yang bekerja di sejumlah perusahaan asing yang ada di Indonesia. "Dan orang Indonesia yang bekerja di luar negeri juga ada. Amerika, Kanada, Australia dan Singapura juga ada," kata Benjamin kepada detikcom.
Sementara itu, Rabi Yahudi satu-satunya di Indonesia, Yaakov Baruch Pailingan di Sulawesi Utara, mengaku khususnya di Manado dan Minahasa terdapat kurang lebih 500 orang penganut agama Yahudi.
Mereka hidup terpencar-pencar dan baru berkumpul bila ada acara keagamaan. Namun identitas agama mereka di KTP tercantum agama yang diakui di Indonesia, karena Yahudi sampai saat ini tidak diakui oleh pemerintah sebagai agama yang resmi.
No comments:
Post a Comment