Meski seorang fotografer, dia juga sering menulis opini di surat kabarnya. Kritikannya terhadap pemerintah dan kebudayaan negeri ini cukup tajam. Dia selalu mengritik kemandekan dan menganjurkan perubahan. Dia tak bisa membiarkan setiap kejanggalan dalam hal apa pun.
Apalagi di saat ini, negara tampak kelelahan menghadapi persoalan zaman karena banyak kesalahan di sana-sini. Saking piawainya menulis, suatu kali rekannya wartawan menganjurkan dia menjadi wartawan tulis saja.
“Aku suka menulis, tapi lebih suka memotret karena menyangkut hobi beratku sejak SMP,” jawabnya kepada Lukito, teman wartawannya itu, “Toh, aku bisa tetap menulis jika memang ingin menulis.”
Baskara memang aneh. Dia lulusan Fisipol UI, tapi justru bekerja sebagai fotografer. Penyimpangan yang tak pernah dia sesali. Baginya kemampuan dan penguasaan bidang menjadi dasar bekerja, agar bisa profesional. Sejak SMP dia memang jago dalam fotografi. Bahkan koleksi kameranya pun cukup lengkap. Dari keluaran tahun 1980-an sampai yang terbaru.
Koleksi karyanya juga banyak dan berkualitas. Jika dilihat album dan foto-foto yang dipajang di kamarnya, dia lebih suka memotret kehidupan dan keindahan-keindahan alam. Apa salahnya jika dia akhirnya bekerja di bidang yang benar-benar dia sukai dan kuasai. Lagi pula sejak lama dia memang mencita-citakan jadi wartawan. Profesi yang menurutnya sangat mengasyikkan dan menantang. Selain memiliki akses informasi terdepan, juga menjadi agen perubahan. Salah satu pilar demokrasi yang juga berfungsi sebagai pengontrol dan pengawas zaman. ***
Pikiran Baskara tentang teman adiknya mulai mengembang ke mana-mana. Dia enggan beranjak dari kloset karena saking asyiknya, meski dia sudah tak punya kepentingan lagi dengan kloset itu. Calon tamu itu adalah orang yang baru seminggu diceritakan Zaliany. Dia teman dekat adiknya. Cerita Zaliany memang sangat pelit. Deskripsinya sangat umum.
Dia bilang orangnya tipe yang disuka Baskara. Wanita yang menarik, cerdas, cantik, lembut, peduli dengan kehidupan, sekaligus punya ketegasan dan sikap. Dia juga aktivis yang sering ikut demonstrasi, dan rupanya kenal Baskara bahkan pernah bertanya tentang dirinya.
Cuma itu ceritanya, detilnya tak pernah dijelaskan hingga Baskara makin penasaran dan sempat menilai cerita adiknya mengada-ada. Begitu Zaliany bilang ada teman yang akan mampir ke rumahnya, dia tahu siapa orang yang dimaksud. Pasti teman yang pernah diceritakan kepadanya.
Ah, bagaimana nanti kenalannya. Aku tak mau terlihat kaku. Semoga Zaliany membuat skenario yang bagus, sehingga semua berjalan dengan lancar. Seperti apa dirinya?
________ ***** ________
Mereka Memperkosa Kekasihku (4)
Zaliany paling bisa membuat orang penasaran. Itu memaksa Baskara terus memikirkannya. Maklum, dalam tiga tahun ini Baskara memang terlalu sibuk dengan pekerjaannya, sampai kurang memikirkan masalah cinta. Bahkan dia juga lupa bagaimana cara menggaet wanita, meski punya banyak kenalan.
Baskara sekarang sepertinya sudah jauh berbeda dari dulu. Dia tak mampu lagi main srudak-sruduk, hingga akhirnya hanya sekedar bisa bersikap akrab setiap berhubungan dengan wanita. Selebihnya mandek. Lagi pula, dia memang hanya ingin serius dengan orang yang dia rasa cocok.
Dia sebenarnya sudah haus cinta, ditambah orangtuanya terus mendesak agar cepat menikah. Di sisi lain dia seperti kesulitan mencari pasangan. Zaliany bisa merasakan betapa kakaknya kesepian. Itu pula yang membuat Zaliany berpikir untuk mengenalkan kakaknya dengan seseorang yang dia anggap istimewa. Apalagi dia menjadi sahabat dekatnya dalam beberapa bulan terakhir. Sudah lama Zaliany ingin mengajaknya ke rumah, agar bertemu kakaknya, tapi selalu ada halangan. Hingga akhirnya pagi ini, dia bisa memenuhi undangannya.
"Mas Bas, sudah pukul 07.30, lho. Sebentar lagi tamuku datang. Mandi apa tidur, sih? Dasar pemalas.” Teriakan Zaliany itu membuyarkan lamunan Baskara. Dia langsung mengucapkan selamat tinggal kepada barang yang dia keluarkan dari tubuhnya dan menyiramnya sampai ludes, kemudian cepat-cepat mandi.
Baskara mulai berprasangka baik dan tak mau mengecewakan adiknya. Meski galak dan kadang manja, Zaliany sayang kepadanya. Dia juga prihatin terhadap nasib abangnya yang membujang dan lama kesulitan mencari pacar. Kakak-beradik ini memang sangat akrab, meski terkadang saling suka menggoda.
Tapi mereka juga bisa serius dan saling membantu. Bahkan sering terlibat diskusi yang dewasa, termasuk soal pasangan hidup dan politik. Maklum, Baskara mantan aktivis dan kini Zaliany mengikuti jejaknya. Isu-isu politik dan strategi demonstrasi sering mereka diskusikan. Prof. Dr. Sungkono dan istrinya beruntung memiliki dua anak yang cerdas, rukun, dan berparas indah. Pak Sungkono dan istrinya memang berasal dari Jogjakarta, tapi mereka seperti punya darah indo hingga keturunannya juga seperti punya aroma indo.
Baskara sendiri tak pernah tahu siapa nenek moyang mereka, hingga ayah dan ibunya punya hidung yang mancung dan paras sedikit berbau Eropa. Mungkin dulu nenek atau kakek moyangnya orang Belanda. Setahu Baskara, ayah dan ibunya kalau diturut-turut sama-sama masih kerabat Keraton Jogjakarta.
Ah, apa artinya garis keturunan. Kebanggaan terhadap garis keturunan terkadang membangun kesombongan sosial yang sangat kejam. Ini sering mengacau pemahaman orang terhadap esensi manusia dan hubungan sosialnya.
Kerukunan antarmanusia yang seharusnya terjalin, sering dirusak oleh kesombongan semacam ini. Akhirnya orang menjadi pilih-pilih, punya kecenderungan-kecenderungan tertentu, primordial sempit, dan pada gilirannya melahirkan kotak-kotak sosial. Efek selanjutnya bisa mengakibatkan gesekan dan menimbulkan konflik. Konflik yang tak teratasi bisa mengakibatkan peperangan, pertumpahan darah. Tragedi mengerikan sekaligus memalukan.
Konflik itu sendiri sering beranak-pinak dendam. Karena kesombongan ras pula Adolf Hitler membunuh ribuan orang, pemerintah Yugoslavia di bawah Slobodan Milosevic melakukan ethnic cleansing hanya demi membangun The Great Serb, ribuan warga kulit merah Amerika dibunuh, dan warga Aborigin di Australia nyaris punah oleh para pendatang kulit putih. Ah, masa bodoh dengan garis keturunan. Yang penting aku manusia dan sesama manusia harus saling mengasihi, menghormati, saling membantu, dan memberi.
Keturunan, ras, dan kesukuan hanyalah warna-warni dan kekayaan kehidupan yang semestinya disyukuri, dikenali, dihormati dan dinikmati. Bukan untuk disombongkan atau diperbandingkan antara satu dengan lainnya. Bukankah Allah menciptakan manusia berbangsa-bangsa dan bersuku-suku untuk saling mengenal dan mengasihi? Bukankah bangsa ini juga menghormati perbedaan-perbedaan, hingga mampu melahirkan filosofi indah berupa Bhineka Tunggal Ika? Sayang dalam kehidupan sehari-hari, filosofi semacam ini seperti jauh panggang dari api.
bersambung....
No comments:
Post a Comment