Dec 14, 2010

Kilas Balik Adventus (satu) - Nostalgia

Copy paste dari (http://www.facebook.com/note.php?note_id=484312231669)

Adventus adalah kerinduan akan pohon yang terang.

Siang itu, para lelaki masuk ke hutan, mencari-cari sebuah pohon yang kira-kira layak untuk menempati tempat paling anggun di sudut kapel. Pilihan itu jatuh pada sebuah pohon cemara hijau. Tanpa ampun, atau mungkin dengan ijin sang penunggu hutan, pucuk cemara itu lantas dipangkas dan digotong beramai-ramai ke kampung.

Di halaman kapel, ibu-ibu dan para gadis sudah menunggu dengan harap. Hiasan berupa janur dan kertas warna-warni sudah ada di tangan mereka. Pohon cemara itu tiba di depan kapel, dan ajaib namanya kemudian bukan lagi pohon cemara tetapi pohon terang.

Ibu-ibu dan para gadis lantas merias pohon itu, seperti petugas di salon mendumpul wajah calon pengantin wanita (juga calon wisudawati, bahkan puteri-puteri sambut baru). Sementara anak-anak puteri menonton sesekali membantu.

Yang lainnya membersihkan gereja. Laba-laba di langit-langit di singkirkan. Debu di bangku dan meja dihalau pergi. Meja altar yang selama ini melompong diletakkan bunga-bunga segar yang direnggut dari halaman-halaman rumah. Kaca jendela yang tak pernah pakai gorden kini tampak melambai-lambai dengan gorden terbaru (baru keluar dari gudang di sudut kapel).

Tenda dari daun kelapa, juga dipasang di depan kapel. Akan ada lebih banyak yang datang malam ini. Tenda itu kini dipakai sekelompok orang yang menyanyi, berhenti, seseorang marah-marah, lal u menyanyi lagi, berhenti tiba-tiba lagi. Mereka inilah orang-orang yang berpakaian khusus malam nanti, duduk di tempat paling depan, dan seperti tidak pernah berhenti menyanyi. Malam nanti , mereka akan bernyanyi tanpa perlu berhenti di tengah lagu, tidak seperti di tenda sekarang. Dan kadang-kadang kau ingin terus mendengarkan suara mereka sepanjang malam itu. Kalau besar nanti aku ingin seperti mereka.

Di sebuah kamar lain di samping kapel, para tetua duduk bersama romo paroki. Sesekali romo keluar, mendatangi ibu-ibu lalu menyuruh ini itu, jangan begini, ya begitu. Kemudian ke dalam kapel, ‘letakkan di sini, geser sedikit ke sana, ya pas!’ lalu kembali lagi ke kamar sebelah, dan meneruskan bacaan kitab Suci, atau cerita yang sempat terputus dengan para tetua.

Malam ini akan ada suatu perayaan yang kau pikir sangat istimewa, karena ibumu telah membelikan sepasang baju dan celana, lengkap dengan sepatu di pasar kecamatan kemarin. Kau pun tak tahan lagi hendak mengenakannya dan membangga-banggakannya di depan teman-teman sepermainanmu.

Ya, kau tak sabar menanti saat itu, dan mengisi waktumu dengan menendang-nendang bola bersama teman-teman lainnya di halaman, di mana sesekali lelaki-lelaki dewasa menyuruhmu ke rumah ini mengambil itu, atau memberitahu si ini.

Tapi bukan itu yang paling kau rindu

No comments: